Main Ke Rumah Sakit Jiwa

11/29/2013 06:39:00 AM Hikari 3 Comments

Hai.....
Sekarang gue nggak lagi curhat tentang cinta nih. Sekarang gue bakal aduk-aduk sedikit cerita gue. Asoy. Lo semua pasti tau "orang gila". Ya, pasti familiar dengan kata itu. Bahkan pasti lo pernah ngatain temen lo kalau lagi melakukan hal yang absurd dengan sebutan "Dasar orang gila!". Pernah pasti. Gue juga pernah, bro. Bahkan dengan ketemu hal-hal yang mengagetkan atau menyebalkan pasti pernah menyebutkan kata "gila". Di balik semua kata-kata itu, ada yang benar-benar merasakannya dan bahkan butuh biaya yang banyak untuk membuang kata "gila" dari hidupnya. Dan secara nggak sengaja, mungkin kita-kita pernah nggak sengaja bertemu orang gila di jalan. Ada yang cuma ngelihatin, ada yang ngaduk-ngaduk sampah, ada yang seperti Adam dan hawa saat mereka belum mengenal dosa, dan bahkan ada yang ngejar-ngejar.
And this was my journey. halaaaaah.


 Hari ini, gue dengan rombongan kelas Mental health A & B akhirnya jadi pergi kunjungan ke RSJ (nama dirahasiakan). Sebenarnya, gue sempat sedih waktu dibilang ketua kelas kalau nggak jadi ke RSJ soalnya gue penasaran banget bagaimana isi itu RSJ beserta pasien-pasien yang ditakutin orang-orang pada umumnya. Eh, entah dapat ilham dari mana, akhirnya jadi deh ke sana. Kita pun berangkat pagi-pagi. Sempet ngaret gitu berangkatnya. Bus yang kita naikin ternyata pake AC....Angin cepoi-cepoi. Hahahaha. Berangkat masih aman.....di jalan juga aman...tapi pas mau sampai tuh RSJ, kita sempet kelewatan beberapa meter dari tempat doi. Akhirnya kita putar balik dan baru masuk ke dalam.

Turun dari mobil, "Mampus. Gue masuk RSJ" (Padahal baru turun dari mobil)
Lalu, ketemu dosen gue dan diajak ke aula. Pas melewati aula, terpampang jelas di atas pintu masuk, "Gangguan Psikotik". Yak, mulai keringat dingin tapi pasang tampang cool. Baru masuk pintu, langsung nengok ke arah kanan dan menemukan 3 sosok pasien sedang duduk.  Ada yang senyum dan ada yang pasang tampang sinis. Dalem hati, "Gile. Nerkam nggak ye? Aduh." Pas nengok ke kiri, ada segerombolan perawat dan gue langsung nge-batin aman. Buru-buru gue naik dan langsung menempati tempat duduk di aula.

Di aula pun kita dapat pengenalan dan pengarahan dari bapak dan ibu perawat situ (salah satunya dosen gue). Hal yang berulang-ulang dijelasin di kelas pun dijelasin lagi di aula ini, "Inget ya. Pasien penyakit jiwa itu juga manusia dan yang sakit adalah perasaannya,jiwanya. Jadi, lakukanlah, rawatlah layaknya manusia." Dia pun terus memberi pengarahan. Terus, gue kena ditanya, "Apa yang kamu pikirkan di RSJ ini?" Gue langsung bingung jawabnya soalnya banyak yang lagi gue pikirin dan akhirnya dialihkan ke pembahasan yang lain. Setelah itu, kita diajak relaksasi sebentar biar kita nggak tegang atau takut buat ke bangsal.

Setelah dibagi-bagi per kelompok, kita ke ruangan doi. Gue dapet ruang 5 sama 4 temen gue yang lainnya. Kita sempet bengong, heran, tegang, pegang-pegangan. "Eh, kita bareng ya," ucap gue pas di jalan sambil lihat sekeliling gue yang berasa horor di siang hari. Sampai di ruangan doi, gue baca lagi tulisan di atas pintu "Ganguan Neurologi".

Yak, selamat. Anda memasuki neraka level 1. Itu yang ada di otak gue  pas masuk. Pokoknya gue masih mengekor sama teman gue. Kita ijin sebentar sama CI ruangannya dan baru ke pasien. Yeaaay... Ellen, mati kau ellen!

Teman gue ada yang langsung berani dan langsung nyampering pasiennya. Gue pun masih mengekor dan akhirnya duduk tepat di samping teman gue.Langsung disamber sama pasien dan dia langsung bilang, "Ya, mau nanya-nanya apa? ayooo," sambil pasang pose kayak pejabat dan itu membuat gue langsung bingung mau nanya apa. Gue pun akhirnya senyum-senyum gak jelas (OH! NO!). Setelah beberapa menit, gue pun memberanikan diri untuk ngobrol dan berjabat tangan sambil kenalan. Ada yang cerewet banget ngejelasin kehidupannya, dia dari mana, apa kerjanya, kapan dia masuk RSJ. Ada yang cuma lirik-lirik sambil gigit jempolnya dan ditanya nggak mau jawab. Ada yang udah mulai 50 : 50 (kooperatif: mulai sadar dan nyambung) tapi masih suka ke bawa pengaruh halusinasinya dia.
"Bapak kenapa kok bisa ke sini?"
"Saya nggak tau, saya baru 2 hari nih di sini. Saya dulu punya kerbau, putih. Woooh. Jangan remehkan kerbau lo! Lah, iya. Terus saya ini juga kuliah. Saya nggak punya anak, tapi anak kalau mau anggap saya ya saya anggap anak."
Batin gue, "Mampus gue. Ini pembicaraan udah ke mana-mana."

Ada lagi yang parah.
Temen gue tiba-tiba langsung ngenalin pasien yang habis ngobrol sama dia ke gue. JLEB. Gue kena!
Dia ngomong nggak jelas sambil megang-megang dadanya.
"Mas kenapa? dadanya sakit?"
Dia masih komat-kamit nggak jelas. Gue makin bingung. Tatapan matanya serem. Dan dia tiba-tiba mau nyolek dagu gue.
"Aduh mas....ada apa ya?" gue masih dengan polosnya bilang gitu sambil ngawasin pakai tangan gue.Dalem hati : Aduh, kapan gue bisa pergi??! Kapaaan? Ambil aku...ambil aku sambil lihat jam dinding dan baru jam 10 pagi. Ah, kita keluarnya jam 11. Sial masih lama!

Untunglah ada penyelamat gue. Ada Bapak yang ikut ngawasin observ kita datang. Dia langsung perkenalan diri dan ngejelasin singkat.Habis itu kita langsung dibawa ke dalem ruang kamar pasien.Oh tidak, bakal ada apalagi ini? Oooh, Terlihatlah 2 pasien yang di ikat tangan dan kaki. Yang satunya halusinasi jadi dia komat kamit sendiri tapi pas diajak ngobrol masih lumayan nyambung. Lalu, ada satu pasien yang diam aja dan nggak mau diajak ngomong. Untung pasien, kalo bukan...udah gue godain pasti. Hahahaha.Akhirnya, berakhir lah bertemu dengan para pasien. Selamatlah diri gue. Setelah selesai, kita dikasih evaluasi sedikit dan langsung pulang.

Ketakutan gue sedikit menghilang tapi gue bahagia bisa lihat langsung. Setidaknya nggak kagok pas praktik nanti. 
"Rawat mereka dengan hatimu"

Hikayoo
-29 Nov 2013_ 

3 comments:

  1. kerbau putih? itu bukannya dirimu? hahahahha
    nice story, penataan kata" bagus, lucu ceritanya, dan sinkrons semua tiap paragrafnya, nice blog :D

    ReplyDelete
  2. Jahat banget bung. hha

    makaciii... ^_^.
    terus kunjungi blogku ya. Saya sangat senang.

    ReplyDelete