^JODOH YANG DIPERJODOHKAN^ (PART I)

10/27/2012 09:03:00 PM Hikari 2 Comments

Disclaimer : Nama-nama yang ada di cerita ini sebagian memang dari kisah nyata dan sebagian diambil berdasarkan hati penulis. Hahahaha
Genre : Romance, AU
Rating : G
Length : Drabble, Double shots
Casts :
- Yofi
- Rio
- Erick
- Ka De
- Om Pe
- Ka Ve
- Mama Rio
- Mama Yofi
- Papa Yofi


^JODOH YANG DIPERJODOHKAN^
(PART I)

*Yofi POV*
Siang ini sangat menyengat kulitku. Untuk sebagian para gadis, tentunya tidak ingin keluar untuk menyambut panasnya matahari yang bisa membuat kulit lebih eksotis.Belum lagi, aku benar-benar kesepian hari ini. Sebenarnya bukan hari ini saja, melainkan dari 3 hari yang lalu. Hmm... itu karena pacarku sedang ada kegiatan di Jogya dan harus meninggalkanku di Kota kecil ini sendiri. Tapi, itu tidak menjadi masalah untukku. Yang penting, aku masih bisa bersemangat untuk pergi ke Gereja hari ini.

"Ahh... akhirnya, sampai juga di Gereja," ujarku dengan perasaan tenang karena telah sampai di Gereja tepat waktu. Seperti biasa, aku pergi sendiri ke Gereja kecuali ada yang mengajakku atau aku yang ingin ditemani pergi ke Gereja.

Selama kebaktian, berlangsung dengan baik. Tapi, pikiranku saja yang sedang tidak membaik. Mungkin karena dilanda berbagai kegalauan yang menghantam diriku beberapa hari ini. Ehm... setelah aku hendak pulang, aku bertemu dengan teman-teman seperjuangan etnisku.
"Selamat hari minggu," ucapku sambil menjabat tangan teman-temanku.
"Hai, selamat hari minggu juga," balas mereka. Akhirnya kami mengobrol-ngobrol bersama.

AKu juga bertemu dengan adik kandung dari mamanya Om Pe. Aku, sebenarnya sedikit kaku ketika berbiacara dengan orangtua. Namun, ku coba untuk ikut situasi yang ada di depan mataku saat ini. Panas matahari tidak lagi terasa oleh tubuhku.
"Wah, kamu kuliah di mana?" tanya adik dari mamanya Om Pe.
"Saya kuliah di Univ. Satya Wacana," lalu aku tersenyum.
"Fakultas apa? Semester berapa?"
"Ilmu Keperawatan, Bu. Saya baru semester 4 sekarang."
Dia terlihat lebih bersemangat, "Wah, berarti kamu bisa saya jodohkan dengan anak saya. Kamu cantik. Umur kamu berapa?"
"Hah? Ehm... baru 18 tahun. Hah? Dijodohin?"
"Iya.. iya...pasti kamu cocok dengan dia. Dia ganteng loh," ajrnya lagi dengan bersemangat. "Oh ya, tulis nomor hape mu dong dan nomor rumah mu. Biar nanti saya hubungi orang tua mu," katanya menggebu-gebu. Om Pe, Ka De, dan Ka Ve ikut tertawa melihat percakapan kami berdua.
Aku melirik ke arah Ka De, "Ka, bagaimana ini?" Namun Ka De hanya membalas dengan senyuman yang penuh arti yang sama dengan apa yang aku pikirkan. Aku akhirnya menuliskan nomorku dan hanya tersenyum kecil mendengarnya.
"What the hell?" aku mendadak lupa darimana aku barusan bersekutu.

*Rio POV*
"Gue nggak bisa seperti ini! Masak, gue harus dijodohin segala? Masak gue nggak boleh pacaran dan harus bertunangan? Orang tua gue ini kesambet apa sih?" ujarku sambil meninju bantalan tinju yang ada di kamarku.
"Gue juga nggak tau siapa yang mau dijodohin sama gue nanti. Aneh banget sih!!"
Tiba-tiba terbseit dipikiranku untuk menelpon mamaku yang sedang berada di Salatiga.
Ku cari "mama" di kontak hapeku dan meneleponnya. Dua kali bunyi telepon masih belum diangkat. Namun ketiga kalinya, akhirnya ia mengangkat teleponku.
"Halo, ma!" seruku dari telepon.
"Halo sayang, ada apa telepon? Oh iya, mama sudah dapat gadis yang akan mama jodohkan kepadamu. Dia cantik, manis, dan kelihatannya pintar plus baik sekali. Pasti kamu suka," sambutan yang sangat kubenci ternyata keluar dari mulut mamaku sendiri.
"Apa, ma? Mama ini masih sadar kan? Memangnya sudah kenal sejak kapan?"
"Sejak tadi. Barusan saja. Oh iya, kamu minggu depan libur kuliah kan? Kamu main ke Salatiga ya. Biar kamu bisa kenal dia juga."
"Aku nggak mau, ma. Kota kecil seperti itu nggak pantas buat dijadikan tempat liburanku. Aku juga nggak ada niat untuk jodoh-jodohan seperti itu."
"Jadi kamu mau melawan mama? Kamu masih mau dengan pacarmu yang seperti itu? Hah?!"
"Aaahh... iya, iya ma. Iya, liburan aku pasti ke sana," jawabku dengan lemas karena hentakkan dari mamaku.

#1 week later

Hari ini, hari yang sungguh memberatkan Rio. Ia harus pergi ke Salatiga demi cewek yang akan dijodohkan mamanya. Mamanya sih sempat bilang bahwawaktu itu orang tuanya sudah bertemu dengan orang ta Yofi dan orang tua Yofi setuju saja dengan hal itu asalakan mereka bisa dekat terlebih dahulu.
"Gue rasa, gue sudah merasa sinting hanya gara-gara ini," kemudian ia mengetok pintu Om Pe.
Tidak lama kemudian, Om Pe keluar dengan penuh senyuman. Hal itu tidak membuat gairah Rio bangkit, namun semakin merasa terpuruk. Ia terpaksa tinggal satu minggu di tempat Om-nya hanya demi gadis yang sama sekali tidak ia kenal.
"Hai, Om. Apa kabar?"
"Hai Rio. Om baik-baik saja. Ayo masuk," Rio pun segera masuk ke dalam rumah Om-nya.

Tak lama setelah Rio sedang berbincang-bincang dengan Om-nya, Yofi datang ke rumah Om Pe untuk meminta cap dan tanda tangan untuk kartu iuran etis.
TING TONG...TING TONG....Yofi  memencet bell rumah Om Pe. Tak lama, Om Pe keluar dan mengajak Yofi masuk ke dalam.
"Hai, Yofi," sapa Yofi kepada cowok yang ada dihadapannya dan baru ia kenal.
"Oh, saya Rio," ujar Rio. Ia teringat dengan nama yang telah diberitahukan oleh mamanya. Persis dengan nama gadis yang barusan menyapanya.
"Hai, Om. Om, aku mau minta tanda tangan dan cap dong. Biasa, Om. Iuran kita harus dibuat lagi."
"Oh ya, tunggu sebentar ya, Fi," Om Pe ke ruang kerjanya sebentar untuk mengambil pulpen dan cap. Sekarang hanya tinggal Rio dan Yofii saja yang berada di ruang tamu.
"Eh, kamu saudaranya Om Pe, ya?" Yofi membuka pembicaraan.
"Iya. Hehehe," jawabnya dengan sedikit kikuk melihat gadis disebelahnya ini.
"Lagi liburan atau?"
"Iya, lagi liburan. Jadi, gue mainnya di rumah Om gue deh."
"Oh, gitu. Kamu dari Jakarta ya? Jakarta mana?"
"Kok tau? Gue dari jakarta Barat. Elo?"
"Tau lah. dari cara bicara kelihatan kok. Aku dari Jakarta juga. Tapi aku dari Jakarta Timur."
Rio hanya menangguk-angguk kepala mendengar jawaban Yofi. Perasaannya tiba-tiba meleleh seperti cokelat batang yang sedang dipanaskan.
Tak lama, Om Pe datang membawa pena dan cap yang Yofii butuhkan. Ia pun mulai menandatangani kartu dan mencanya satu persatu. Yofi ikutan melihat Om Pe sedang menandatangani dan sedikit membantu untuk mencap kartu iuran. Namun, Rio hanya menatap senyum Yofi yang terlihat tulus dan ceria.
"Ah, apaan sih?" cibirnya. Om Pe dan Yofi seraya mengehentikan kegiatan mereka dan melihat ke arah Rio.
Rio kaget melihat kedua orang itu menatapnya. "Kamu kenapa, Ri?" tanya Yofi.
Rio semakin salah tingkah. "Hah? Oh, enggak kenapa-kenapa kok. Silahkan dilanjutkan. Hehehehe~~" ia malu sekali dengan kejadian barusan.
"Sudah selesai. Hehehe~~" ujar Yofi. "Oke deh, Om. Terimakasih ya."
"Eh, kita makan siang bertiga yuk. Kebetulan Om juga belum sempat masak hari ini," ajak Om Pe.
"Boleh, Om."
"Ehm, oke deh Om," sahut Rio.

Om Pe membawa Yofi dan Rio ke restoran SS yang lumayan jauh dari rumah Om Pe. Hanya 10 menit saja bisa sampai dengan menaiki mobil Om Pe.
Setelah sampai, mereka pun masuk ke dalam restoran tersebut.
"Wah, asyik... kita makan di sini," ujar Yofi sambil kegirangan. Ia pun jalan dengan semangatnya. Namun, beberapa langkah setelah ia berjalan, ia tersandung batu yang lumayan besar. Sebesar ukuran batu bata. Dengan refleks, Rio menangkapnya dari belakang. Alhasil, Rio tak sengaja menatap mata Yofi dengan jarak yang amat dekat. Begitupun Yofi. Detak jantung Rio tiba-tiba berdegup kencang. Ia tidak bisa melepaskan tatapannya dari Yofi.

*TO BE CONTINUE

2 comments: